Senin, 22 November 2010

15 Langkah Efektif Untuk Menghafal Qur’an



Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering dulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. “()
( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :

Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.

Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. “()

Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. ()

Begitu juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Qur’an yang terdiri dari empat rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Ad Dukhan, rekaat ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu’ dan tidak boleh diamalkan. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadits dhoif . ()

Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an. ()
Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .
“ Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.

Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di sini hanya akan disebutkan dua metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :

Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.
Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode pertama . ()

Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb ( bagian ) :
Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
Surat Yunus sampai Surat An Nahl
Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada bagian ke-enam dan seterusnya.

Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.
Sebelum mulai menghafal, hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Qur’an agar sesuai dengan tajwid. Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :
a/ Memperbaiki Makhroj Huruf. Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan dibaca ( sa’ ) sebagaimana contoh di bawah ini :
ثم —— > سم / الذين —- > الزين
b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :
1/ وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمات ( البقرة : 124 ) —- > )إبراهيمُ ﴾
2/ وَكُنْت ُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ( المائدة : 116 )
وَكُنْت ُ < ——— > كُنْتَ
3/ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يتَّبَعَ أَمْ مَنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى ( ونس : 35 ) —- > أم من لا يَهْدِي
4/ رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ( فصلت :29 ) —– > الَّذِين
5/ فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ ﴾ الحشر: 17) —– > خالدِين فيها

Langkah Keenam : Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan hafalan kita kepada orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan kita menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.

Langkah Ketujuh : Faktor lain agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk mendengar kaset-kaset bacaan Al Qur’an murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalu bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini – alhamdulillah – banyak telivisi-telelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung pelajaran Al Qur’an murattal dari seorang syekh yang mapan, diantaranya adalah acara di televisi Iqra’ . Tiap pekan terdapat siaran langsung pelajaran Al Qur’an yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari’ yang mapan dan masyhur, kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut disiarkan ulang setiap pagi. Selain itu, terdapat juga di channel ” Al Majd “, dan channel- channel televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an.

Langkah Kedelapan : Untuk menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah kita hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu halaman, kemudian kita tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut.

Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak, apa sih yang sedang engkau kerjakan ? “ Saya sedang menghafal sebuah buku “ , jawabnya. Berkata nenek tersebut : “ Nggak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu.” . “ Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu “ kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa. () Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al Qur’an dalam hitungan minggu atau hitungan bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinu.

Langkah Kesembilan : Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau perlu kita lanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis. Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari Marokko yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Qur’an yang diterapkan di sebagian daerah di Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, setelah mereka bisa menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan air.

Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.
Menghafal Al Qur’an kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Qur’an adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rosulullah saw sendiri menghafal Al Qur’an dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.

Langkah Kesebelas : Menggunakan satu jenis mushaf Al Qur’an dan jangan sekali-kali pindah dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya. () Karena mata kita akan ikut menghafal apa yang kita lihat. Jika kita melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini, sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :
العين تحفظ قبل الأذن ما تبصر فاختر لنفسك مصحف عمرك الباقي .
“ Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu. “()

Yang dimaksud jenis mushaf di sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal Al Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al Qur’an sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk dipakai menghafal Al Qur’an.

Disana ada model lain, seperti mushaf Al Qur’an yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga
mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al Qur’an di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus , Demak.

Langkah Keduabelas : Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا و أبشروا ، واستعينوا بالغدوة والروحة وشئ من الدلجة
“ Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam ( untuk mengerjakannya ) “ ( HR Bukhari )

Dalam hadist di atas disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al Qur’an. Sebagai contoh : di pagi hari, sehabis sholat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu malam habis sholat Isya’ atau ketika melakukan sholat tahajud dan seterusnya.

Langkah Ketigabelas : Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah waktu ketika sedang mengerjakan sholat –sholat sunnah, baik di masjid maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang sedang sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.

Langkah Keempatbelas : Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :

- ﴿ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ﴾ البقرة 173 < ———— > ﴿ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ) المائدة 3 ، والأنعام 145، و النحل 115
- ( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير الحق ) البقرة : 61
( إن الذين يكفرون بآيات اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير حق ) آل عمران : 21
( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنبياء بغير حق ) آل عمرن : 112

Untuk melihat ayat –ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku – buku berikut :
Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Ta’wil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz , karya Al Khatib Al Kafi.

Asrar At Tikrar fi Al Qur’an, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.
Mutasyabihat Al Qur’an, Abul Husain bin Al Munady
‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, karya Abu Dzar Al Qalamuni

Langkah Kelimabelas : Setelah hafal Al Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari teman-teman yang sudah menamatkan Al Qur’an di salah satu pondok pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi. Fenomena seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali. Boleh jadi, ia mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar ” hafidh ” atau ” hafidhah “, akan tetapi jika ditanya tentang hafalan Al- Qur’an, maka jawabannya adalah nihil.

Yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Qur’an dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang benar-benar istiqamah dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga hafalan Al Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an, masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an adalah sebagai berikut :

Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.

Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku.

Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.

( ) Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal. 361
( ) Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir min As Solawat Al Mubtadi’ah, ( Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002 ) Cet Pertama, hal. 97 -120
( ) Ibid, hal.21-39
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002 ) Cet. Ke-Tiga, Hal. 13
( ) Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Qur’an, hal. 6
( ) Ibid. hal 12
( ) Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama, hal.16
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15

Ditulis Oleh DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A

author; unknown

sumber;
Catatan group fb: Satu Hari, Satu Ayat Qur’an

www.eramuslim.com

Minggu, 14 November 2010

Aku lah lilin Harapan



Ada 4 lilin yang menyala, sedikit demi sedikit lilin tersebut habis melelehdan suasana terasa begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.

Yang pertama berkata : " Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu menjagaku : maka lebih baik aku mematikan diriku saja !"Demikianlah sedikit demi sedikit sang Lilin padam.

Yang kedua berkata : "Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala."Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran ketiga berbicara :" Aku adalah Cinta. Tak mampu lagiaku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna.Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mecintainya, membencikeluarganya. " Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga....seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihatketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata :" Ekh, apa yang terjadi ? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan !"Lalu ia menangis tersedu-sedu.


Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata : " Jangan takut, janganlah menangis,selama aku masih ada dan tetap menyala, kita tetap dapat selalu menyalakanketiga Lilin lainnya : " Akulah HARAPAN "Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakankembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN. Harapan yang ada dalam hati kita.Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat seperti anak tersebut, yang dalamsituasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya !

== Semoga Saja ==



Semoga saja ini bukan hanya sekedar sebuah mimpi.

Semoga saja ini bukan bunga tidur



Semoga saja rasa ini tidak akan pernah pudar ditelan oleh waktu, melainkan waktu jualah yang kelak akan menjadi saksi-nya



Semoga saja harapan & doa yang baik ini kelak dapat menjadi kenyataan.



Semoga saja engkau merupakan yang pertama dan yang terakhir bagiku...



Semoga saja aku dapat mengemban amanah ini, hingga pada akhirnya ikrar dan nafasku ini memainkan serta menghentikan durasi-nya di saat yang indah hingga tiba pada waktunya.



Hmm...



Semoga saja...............semua ini dapat menjadi kenyataan :)

I love u honey..
I miss u Always..
I need u..

== Mencintaimu Karena-Mu Ya Allah==



Wahai Penilai Hati lihat batinku, Entah Ungkapan apa yang dapat kulukiskan betapa bersyukurnya Hamba atas anugerah Cinta yang Engkau berikan ini pada Hamba..


Hanya padamu kubertanya lewat setiap sujudku ini Hingga akhirnya kau tunjukkan padaku Cinta terhadap makhluk karenamu Ya Alloh.. Sesungguhnya rahasia itu hanya kau yang tahu

Hingga akhirnya engkau ajarkan kepada hamba atas apa-apa yang tidak kuketahui Kau tunjukkan ilmu-Mu dihadapanku yang sungguh aku tak mampu menafsirkan betapa sesungguhnya engkau maha mengetahui apa-apa yang tidak kuketahui



Kau berikan jawaban kepada Hamba atas setiap doa yang kupanjatkan dalam setiap kesempatan kala bermunajat kepada-Mu dan juga didalam sunyi keheningan malam



Engkau tunjukkan pula pada lubuk hatiku akan hubungan yang sesuai dengan syar’i dan yang sepantasnya diridhoi olehmu Ya Alloh.



Kau berikan aku kekuatan dan tindakan nyata kepadaku dalam setiap keraguanku hingga ku dapat melangkah dan memutuskan segala sesuatu-Nya menyesuaikan dengan tuntunanmu



Ya Alloh..sungguh luar biasa rencana darimu Ya Alloh

Kau pertemukan hamba dengan seseorang yang terbaik menurut pandangan serta harapanku dan tentunya terbaik pula menurut-Mu Ya Alloh.



Tiada kata yang bisa kuucapkan selain rasa syukur kepadamu Ya Alloh

Aku sebagai hambamu yang lemah dan tak sempurna hanya bisa memohon dan berdoa kepadamu Ya Alloh



Janganlah Engkau cabut rasa yang telah hadir dan kian tumbuh itu dariku Ya Alloh

Janganlah pula Engkau bolak-balikkan Hati Hamba-MU ini Ya Alloh dari Qolbu ini



Sesungguhnya,

Aku mencintaimu ….. …. ….. karena-Mu Ya Alloh.



Dengarlah suara hatiku duhai kekasihku tersayang, bahwa sesungguhnya aku mencintaimu karena Alloh...

Dan, di akhir ungkapan hatiku ini..

Kutitipkan saja Rindu dan Cintaku ini pada-Nya...



Amiin Ya Robbal’alamin



Kamis, 11 November 2010

Atas Nama Keluarga



Keluarga adalah pusaran dimana banyak hal kita pertaruhkan.

Ia selalu memanggil dalam diam, mengikat dalam halus, menjangkau dalam jauh.

Siapapun kita, dimanapun kita, kita pasti terjahit oleh serat-serat keluarga.

Bahkan yang benar-benar hidup sebatang kara, masih bisa mengimajinasikan ayah & ibunya yang memang pernah nyata.



Keluarga adalah jembatan penghubung bagi keberlangsungan wujud manusia.

Keluarga adalah sumber kekuatan kita untuk terus menjalani apa yang harus. Maka pasti ada yang layak kita pertaruhkan, atas nama keluarga.



Seperti apapun, kita adalah anak dari orang tua kita.

Dalam kondisi yang lain, kita adalah juga orang tua dari anak-anak kita.

Kita mungkin juga adik dari kakak kita, atau kakak dari adik kita.

Atau paman dan bibi dari keponakan kita.

Hubungan yang terbangun dari ikatan biologis itu tidak semata soal ikatan darah dan ras.

tapi itu semua memiliki kompleksitas yang luar biasa secara kejiwaan. Maka sebuah keluarga bukan sekedar soal bertautnya fisik dengan fisik yang melahirkan fisik ketiga.

Ini adalah persenyawaan hati, rasa dan pikiran yang kesemuanya bermuara pada satu kesadaran, kesadaran akan makna keluarga.



Disini keluarga adalah tempat bermula.

Dengan ayah & ibu yang masih genap, keluarga seringkali tak sekedar tempat berawal, tapi juga tempat kita kembali.

Bahkan dalam usia kita yang tak lagi muda, dan anak-anak mungkin telah hadir, kita tetap punya saat-saat merindukan ibu, merindukan kerelaannya, kesabarannya, dekapannya, juga makanan seadanya yang menjadi sangat istimewa karena dia memasak dengan cinta.

Kita masih punya saat-saat kita merindukan ayah, suaranya yang khas, pandangannya yang khas, dan tentu saja nasehatnya yang khas.

Bila pun akses pengetahuan kita lebih maju, petuah ayah ibu selalu memiliki kedalaman arti.

Bahkan bila sebagian kita sudah tidak lagi punya mereka, atau tidak sempat melihat rupa mereka, kita masih bisa menghadirkan 'perasaan ada' dari keduanya.



Keluarga adalah sumber kekuatan kita untuk terus menjalani apa yang harus.

Pasti, ada yang layak kita pertaruhkan, atas nama keluarga...

)-(

-Sumber : majalah Tarbawi-

Minggu, 07 November 2010

Menikah, Bukan Sekedar Memadu Cinta



Buat teman2ku yg akan menikah dan Untuk saya sendiri pastinya yg pengen menikah...semoga bermanfaat n lebih mempersiapkan diri ketika pernikahan itu datang menyapa...aminnn

Assalamu'alaikum wr wb....


"Rumahku surgaku", ujar Rasulullah singkat saat salah seorang sahabat bertanya mengenai rumah tangga beliau. Sebuah ungkapan yang tiada terhingga nilainya, dan tidak dapat diukur dengan parameter apapun. Sebuah idealisme yang menjadi impian semua keluarga. Tapi untuk mewujudkannya pada sebuah rumah tangga (keluarga) ternyata tidaklah mudah. Tidak seperti yang dibayangkan ketika awal perkenalan atau sebelum pernikahan. Butuh proses, butuh kesabaran, butuh perjuangan, bahkan pengorbanan juga ilmu!

Saat ini, persoalan dalam keluarga membuat banyak pasangan suami istri dalam masyarakat kita menjadi gamang. Baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Wajar, karena itulah hakikat hidup. Bukan hidup namanya jika tanpa masalah. Justru masalah yang membuat manusia bisa merasakan kesejatian hidup, menjadikan hidup lebih berwarna dan tidak polos seperti kertas putih yang membosankan. Namun jangan sampai masalah-masalah itu mengendalikan diri kita hingga kita kehilangan hakikat hidup.

Isitrahatlah sejenak dari bermimpi tentang pernikahan. Jika mimpi itu hanya berisi bagaimana mengatasi rasa gugup saat akad nikah. Atau tumpukan kado dan amplop warna-warni menghiasi 'bed of roses'. Atau kalau hanya mengharap salam indah dan atau jawaban salam dari kekasih. Apalagi membayangi bisa menatap, berbicara dan menghabiskan waktu bersama belahan hati tercinta.

Pernikahan tidak cuma sampai di situ, sobat. Ada banyak pekerjaan dan tugas yang menanti. Bukan sekedar merapihkan rumah kembali dari sampah-sampah pesta pernikahan, karena itu mungkin sudah dikerjakan oleh panitia. Bukan menata letak perabotan rumah tangga, bukan juga kembali ke kantor atau beraktifitas rutin karena masa cuti habis.

Tapi ada hal yang lebih penting, menyadari sepenuhnya hakikat dan makna pernikahan. Bahwa pernikahan bukan seperti 'rumah kost' atau 'hotel'. Di mana penghuninya datang dan pergi tanpa jelas kapan kembali. Tapi lebih dari itu, pernikahan merupakan tempat dua jiwa yang menyelaraskan warna-warni dalam diri dua insan untuk menciptakan warna yang satu: warna keluarga.

Memang pernikahan berarti memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap kita yang hanya sebelah. Tempat untuk berbagi dan mencurahkan seluruh jiwa. Tapi jangan lupa bahwa siapapun pasangan hidup kita, ia adalah manusia biasa. Seseorang yang alur dan warna hidup sebelumnya berbeda dengan kita. Seberapa jauh sekalipun kita merasa mengenalnya, tetap akan banyak 'kejutan' yang tak pernah kita duga sebelumnya. Upaya adaptasi dan komunikasi bakal jadi ujian yang cuma bisa dihadapi dengan senjata kesabaran.

Pasangan kita, yang kita cintai adalah manusia biasa. Dan ciri khas makhluk bernama manusia adalah memiliki kekurangan dan kelemahan diri. Memahami diri sendiri sebagai manusia sama pentingnya dengan memahami orang lain sebagai manusia. Pemahaman ini penting untuk dijaga, karena cepat atau lambat kita akan menemukan kekurangan atau kebiasaan buruk pasangan kita.

Oleh karena itu, bagi yang belum menikah, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu dengan memilih pasangan hidup saja. Apalagi parameternya tak jauh dari penampilan, fisik, encernya otak, anak orang kaya, pekerjaan mapan, penghasilan besar, berkepribadian (mobil pribadi, rumah pribidi), berwibawa (wi...bawa mobil, wi...bawa handphone, wi...bawa laptop), dan sebagainya.

Tapi, pernahkah kita berpikir untuk membantu seseorang yang ingin mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik hari demi hari bersama diri kita?

Lebih dari itu, pernikahan dalam konteks dakwah merupakan tangga selanjutnya dari perjalanan panjang dakwah membangun peradaban ideal dan tegaknya kalimat Allah. Namun tujuan mulia pernikahan akan menjadi sulit direalisasikan jika tidak memahami bahwa pernikahan dihuni oleh dua jiwa. Setiap jiwa punya warna tersendiri, dan pernikahan adalah penyelarasan warna-warna itu. Karenanya merupakan sebuah tugas untuk bersama-sama mengenali warna dan karakter pasangan kita. Belajar untuk memahami apa saja yang ada dalam dirinya. Menerima dan menikmati kelebihan yang dianugerahkan padanya. Dan membantu membuang karat-karat yang mengotori jiwa dan pikirannya.

Menikah berarti mengerjakan sebuah proyek besar dengan misi yang sangat agung: melahirkan generasi yang bakal meneruskan perjuangan. Pernahkan terpikir betapa tidak mudahnya misi itu? Berawal dari keribetan kehamilan, perjuangan hidup mati saat melahirkan, sampai kurang tidur menjaga si kecil? Ketika bertambah usia, kadang ia lucu menggemaskan tapi tak jarang membuat kesal. Dan seterusnya hingga ia beranjak dewasa, belajar berargumentasi atau mempertentangkan idealisme yang orangtuanya tanamkan. Sungguh, tantangan yang sulit dibayangkan jika belum mengalaminya sendiri...

Menikah berarti berubahnya status sebagai individu menjadi sosial (keluarga). Keluarga merupakan lingkungan awal membangun peradaban. Dan tentu sulit membangun peradaban jika kondisi 'dalam negeri' masih tidak beres. Maka butuh keterampilan untuk memanajemen rumah tangga, menjaga kesehatan rumah dan penghuninya, mengatur keuangan, memenuhi kebutuhan gizi, menata rumah, dan masih banyak lagi keterampilan yang mungkin tak pernah terpikirkan...

Ini bukan cerita tentang sisi "gelap" pernikahan (wong saya sendiri belum nikah!). Tapi seperti briefing singkat yang menyemangati para petualang yang bakal memasuki hutan belantara yang masih perawan. Yang berhasil, bukan mereka yang hanya bermodal semangat. Tapi mereka yang punya bekal ilmu, siap mental dan tawakkal kepadaNYA. Karena pernikahan bukanlah sebuah keriaan sesaat, namun ia adalah nafas panjang dan kekuatan yang terhimpun untuk menapaki sebuah jalan panjang dengan segala tribulasinya.

Pernikahan adalah penyatuan dua jiwa yang kokoh untuk menghapuskan pemisahan. Kesatuan agung yang menggabungkan kesatuan-kesatuan yang terpisah dalam dua ruh. Ia adalah permulaan lagu kehidupan dan tindakan pertama dalam drama manusia ideal. Di sinilah permulaan vibrasi magis itu yang membawa para pencinta dari dunia yang penuh beban dan ukuran menuju dunia mimpi dan ilham. Ia adalah penyatuan dari dua bunga yang harum semerbak, campuran dari keharuman itu menciptakan jiwa ketiga.

Wallahu'alam..

Wassalmau'alaikum wr wb....

Selasa, 02 November 2010

Pilih Senang atau Bahagia?



Kalau saya, pilih dua-duanya. Senang dan bahagia. Tapi kebanyakan kita terjebak pada kesenangan semata. Kesenangan sifatnya sejenak, tidak tahan lama. Kesenangan dinikmati oleh lima panca indera kita; mulai dari makanan yang lezat, film yang mempesona, musik yang indah sampai mobil yang aduhai. Tidak ada yang salah dengan kesenangan. Namun, perlu disadari bahwa kesenangan itu cepat berlalu.
Selesai makan yang lezat, tamatlah kesenangan sampai di situ. Selesai menonton konser jazz Chick Corea yang fantastis, jadilah semua itu tinggal kenangan. Begitu mobil baru kita tergores sedikit catnya, bertukarlah kesenangan itu menjadi kekecewaan bahkan umpatan. Namun lain ceritanya dengan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah bahan dasar dari kesenangan.
Kesenangan berasal dari sesuatu di luar diri kita. Sedangkan kebahagiaan lahir dari dalam diri kita sendiri.Kebahagiaan hadir seijin kita, artinya ia muncul hasil dari pilihan-pilihan yang kita buat. Kita memutuskan untuk bahagia. Kebahagian adalah tindakan yang disengaja. Ada sebuah keluarga yang penuh gelak tawa saat menikmati hidangan sangat sederhana di gubuk mereka yang reyot dan sempit. Mereka “memutuskan” untuk bahagia. Namun, ada keluarga yang begitu nelangsa di restoran yang mewah dengan makanan serba nikmat tersaji lantaran terlalu lama menunggu. Mereka “memilih” untuk senang tapi tidak bahagia. Ada seorang pejabat yang sampai saat tidak mau menunggui rumah barunya yang mewah lantaran takut diselidiki oleh KPK. Ia senang dengan rumah barunya tapi “memutuskan” untuk takut dan tidak bahagia.
Saat menghadiri buka puasa bersama anak yatim, saya mendengar percakapan antara dua anak yang begitu terkejut dengan hidangan yang disajikan. “Wah, ada ayam goreng lho!”, serunya takjub kepada temannya. Mereka begitu senang dan bersyukur dengan hidangan itu. Padahal “cuma” ayam goreng. Ayam goreng yang oleh “orang kaya” dianggap menu biasa dan tidak perlu disyukuri. Ada orang yang tetap bahagia meskipun tengah menderita kemalangan. Dari luar, hidup mereka nampak tidak menyenangkan, tapi sejatinya mereka puas dan mensyukuri hidup ini. Sebaliknya, banyak orang yang dikelilingi oleh kesenangan pribadi: mobil mewah, rumah bagus, pakaian indah, tapi tidak merasakan kebahagiaan dalam dirinya. Angelina Jolie dan Brad Pitt kurang apanya coba? Tapi kenapa harus berpisah lantaranan persoalan yang menurut saya pastilah tidak prinsipil dan hanya demi ego masing-masing saja?
Ternyata, benar bahwa kebahagiaan itu adalah pilihan. Kitalah yang memilih untuk bahagia. Bahagia yang tanpa syarat dan kondisi. Kita bisa bahagia di kala hujan atau kemarau. Kita bisa bahagia di kala diberi nikmat atau ujian. Kita tidak bisa mengendalikan kehidupan di luar diri kita. Kita punya pilihan untuk menentukan respon terhadap stimulus yang datang, kata Stephen Covey. Masalah yang berat akan selalu datang menghampiri. Justru dari situlah kita diuji untuk naik levelnya. Ken Blanchard mengatakan bahwa kekuatan diri dan karakter kita justru muncul karena melewati tantangan-tantangan besar dan sulit, bukan yang mudah. Bagi mereka yang mampu melewatinya, itulah mereka yang sukses sebenarnya. Sukses adalah bahagia.
So, pilih mana? Senang atau bahagia? Kalau saya tidak mau disodori pilihan “ATAU”, maunya “DAN”.

Menikmati, Bukan Hanya Memiliki



Rumah yang ditempati sekarang ini kami beli dari sepasang suami istri yang berusia jauh di atas kami. Kami tertarik dengan rumah ini karena sesuai dengan impian kami, yaitu bangunannya hanya sepertiga dari tanah. Selebihnya adalah tanah terbuka dengan banyak pepohonan rindang. Kami ingin rumah seperti di kampung.
Suami istri itu bercerita bahwa mereka baru menikmati rumah ini beberapa tahun belakangan ini, setelah si suami pensiun dan si istri melepas jabatan strukturalnya di sebuah kampus ternama. Akhirnya mereka tersadar bahwa selama ini menanggap rumah ini bak rumah kos saja, hanya untuk tidur belaka. Selebihnya sering kosong, karena mereka masing-masing sibuk di luar rumah. Pun pada saat hari libur, mereka habiskan untuk menghadiri acara dan undangan ini itu. Saat ingin menikmati rumah itu, energi mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Mereka tidak sanggup lagi merawat rumah yang cukup besar ini. Mereka ingin pindah ke rumah yang lebih kecil.
Salah seorang famili saya begitu antusias dengan hobi barunya, bersepeda. Tidak tanggung-tanggung, entah karena pengaruh iklan atau temannya, ia membeli sepeda yang harganya hampir seratus jutaan. Sekarang kondisi sepeda itu hanya teronggok di pojokan garasi tak terpakai. Pemiliknya ternyata hanya kepincut sebentar dengan mainan itu.
Bahkan seorang kerabat lain punya kesimpulan ekstrim bahwa semua kepemilikannya hanya dinikmati oleh orang lain. Rumahnya lebih banyak dinikmati oleh pembantu yang menjaganya. Mobil lebih banyak dinikmati oleh sopirnya. Ia jadi tidak begitu berminat dengan kepemilikan barang-barang yang bisa dibeli dari hasil jerih payahnya.
Saya sendiri, belakangan ini mulai menginventarisir barang-barang yang saya miliki. Ternyata, setelah ditelusuri banyak di antara barang yang dikumpulkan itu jarang atau nyaris tak ternikmati. Contohnya adalah pakaian. Setelah saya kumpulkan, ada ratusan pakaian menumpuk di lemari dan tak terpakai. Ternyata, saya hanya mengulang-ulang pakaian yang saya sukai saja.
Saya berkesimpulan bahwa saya hanya butuh beberapa helai pakaian saja untuk kebutuhan sehari-hari dan acara tertentu. Jumlahnya tidak sampai 20 potong. Pakaian hasil sortiran yang tak terpakai ini sekarang saya tumpuk. Rencananya mau disumbangkan. Sebagian sudah diangsur oleh pembantu untuk dibawa ke kampungnya.
Gadget, adalah barang yang selalu menggoda saya. Begitu kita beli model terbaru, tak lama kemudian muncul lagi yang lebih canggih dan membuat milik saya jadi kuno. Saya jadi tidak nyaman dengan milik saya yang sekarang ini. Padahal, saya belum maksimal menikmatinya.
Begitulah dunia materi yang selalu menggoda kita dengan berbagai caranya. Mereka merayu kita agar selalu meningkatkan keinginan menjadi kebutuhan.
Saya jadi teringat dengan tulisan Arvan Pradiansyah beberapa tahun lalu di majalah SWA, berjudul: Menikmati, Bukan Memiliki. Banyak di antara kita yang terjebak mengejar kepemilikan, bukan kepada esensi dari kepemilikan itu sendiri, yaitu untuk menikmatinya.
Bagaimana cara untuk menikmati yang kita miliki? Dengan mengendalikan nafsu untuk memiliki lebih banyak dan lebih banyak lagi. Beli sedikit saja, tapi yang betul-betul penting, esensi. Itu saran dari Leo Babauta, penulis blog tentang gaya hidup minimalis yang cukup mempengaruhi saya ini.
Belilah sedikit barang, tapi betul-betul berkualitas, kata Leo. Saya setuju. Jam tangan Seiko yang saya pakai sekarang ini adalah pengganti jam yang saya beli tahun 2002 lalu. Jam ini pun saya ganti bukan karena rusak, tapi atas anjuran istri yang sudah bosan melihatnya Saya sudah sangat puas memakai jam itu sebelum diganti dengan yang lain. Utilitasnya sudah maksimal, menurut teori ekonomi mikro yang saya pelajari.
Begitu juga dengan sepatu. Saya hanya memiliki 3 sepatu. Satu sepatu kasual untuk dipakai sehari-hari, satu sepatu formal jika ada acara yang mewajibkan memakai batik atau jas (sepatu ini sangat tidak saya sukai karena tidak nyaman), dan satu sepatu olah raga.
Menurut saya, kenikmatan dari kepemilikan itu tidak berhubungan dengan jumlah yang dimiliki. Semakin banyak yang dimiliki, semakin berkurang kenikmatannya. Semakin sedikit yang dimiliki semakin maksimal kita menikmatinya.
Lantas, buat apa dong kita mengejar kekayaan? Tergantung tujuannya. Kalau kekayaan hanya dijadikan alat untuk mengejar kepemilikan, niscaya akan sia-sia dan hampa. Kekayaan harus dikejar semaksimal mungkin dengan tujuan yang lebih tinggi dari itu. Anda pasti paham apa maksud saya.